Paradigma Psikologi Sosial

PARADIGMA PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

_Psikologi Kepribadian Cognitive dan Behavioristic_

Sumber : 1.Mahyar suara, dkk. 2010. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:CV Trans Info Media

2. Ermawati Dalami. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:CV Trans Info Media

3. Erlinafasiah. 2010. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta:CV Trans Info Media

^Pengertian Paradigma^

Paradigma adalah hubungan teori-teori yang membentuk susunan yang mengukur teori itu berhubungan satu dengan yang lain sehingga menimbulkan hal-hal yang perlu diselidiki, Depkes RI (1989)

Paradigma adalah pola piker dalam memahami dan menjelaskan aspek tertentu dari setiap kenyataan, Fersguson

Menurut Thomas Khun (1979), paradigm sebagai model, pola/pandangan dunia yang dilandasi pada dua karakteristik yaitu penampilan dari kelompok yang menunjukkan keberadaannya terhadap sesuatu yang diyakini dan terbuka untuk penyelesaian masalah dalam penyelesaian.

^Pengertian Cognitive(Kognitif)^

Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberkan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi, dan memperhatikan, Stuart dan Sundeen (1987: 612).

Teori Psikologi Kepribadian

^Teori Psikologi Kepribadian^

  • Teori Perkembangan Freud

Perkembangan merupakan perubahan psikologis atau mental yang dialami individu dalam proses menjadi dewasa. Perubahan tersebut terbentuk semakin terdeferensiasinya seluruh aspek kepribadian individu tetapi segala aspek yang berkembang itu terorganisasi menjadi satu totalitas.

Berdasarkan hal tertentu berarti bahwa perkembangan merupakan suatu proses kedepan. Walaupun demikian Sigmud Freud menyatakan bahwa perkembangan kepribadian seseorang dapat mengalami gangguan. Bila gangguan itu menyebabkan seseorang berperilaku seperti pada tahap perkembangan sebelumnya maka akan terjadi regresi. Sedangkan bila gangguan itu menyebabkan perkembangan terhambat sehingga untuk suatu periode tertentu pola perilaku tidak berubah maka terjadi fiksasi, akan tetapi tidak untuk semua aspek perilaku dapat terulang kembali.

Teori perkembangan menurut Sigmud Freud adalah teori perkembangan psikoseksual (1856-!938). Ia menjelaskan bahwa fase-fase perkembangan individu didorong oleh energy psikis yang disebut libido. Libido adalah energy psikis yang bersifat seksual dan sudah ada sejak bayi. Freud membagi perkembangan manusia menjadi lima fase. Fase perkembangan psikoseksual menurut Sigmud Freud sebagai berikut:

1.      Fase Oral (0-1 tahun)

Pada fase ini seorang anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada mulutnya. Hubungan sosial pada fase ini lebih bersifat fisik, seperti makan dan minum susu.

2.      Fase Anal (1-3 tahun)

Fase ini pusat kenikmatan seorang anak terletak pada daerah anus, terutama saat defekasi. Pada fase inilah saat yang paling tepat untuk mengajarkan disiplin pada anak(termasuk toilet training). Anak sudah menjadi individu yang mampu bertanggung jawab atas beberapa kegiatan tertentu.

3.      Fase falik (3-5 tahun)

Anak memindahkan pusat kenikmatannya pada daerah kelamin. Anak mulai tertarik pada perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan. Ibu menjadi tokoh yang memberikan kasih sayang, perlindungan terhadap rasa aman dan tempat melarikan diri bila menghadapi persoalan.

4.      Periode Laten (5-12 tahun)

Fase ini adalah masa tenang, walaupun seorang anak mengalami perkembangan pesat pada aspek motorik dan kognitif. Kecemasan dan ketakutan yang timbul pada masa sebelumnya ditekan(repressed). Anak laki-laki lebih banyak bergaul dengan teman sejenis, demikian pula anak perempuan. Oleh karena itu, fase ini disebut juga periode homoseksual alamiah.

5.      Fase Genital (>12 tahun)

Fase ini alat-alat reproduksi sudah mulai masak, dan pusat kepuasan berada pada daerah kelamin. Energi psikis (libido) diarahkan untuk hubungan heteroseksual. Rasa cintanya pada anggota keluarga dialihkan pada orang lain yang berlawanan jenis. Pengalaman masa lalu menjadi bekal yang amat terpengaruh pada remaja yang sedang menapak di dunia dewasa, dunia karir dan rumah tangga.

  • Teori Perkembangan Erik H. Erikson

Erikson meneliti pengaruh proses sosial pada perkembangan kepribadian. Ia menggambarkan delapan tahun siklus kehidupan selama individu mengatasi “krisis” perkembangan. Tugas-tugas spesifik dikaitkan dengan setiap tahap harus diselesaikan untuk resolusi terhadap krisis dan untuk terjadinya pertumbuhan emosi.

Erik H. Erikson menguraikan perkembangan psikososial manusia dalam delapan tahapan. Kehidupan dipandang sebagai rangkaian tingkat-tingkat pencapaian. Keberhasilan dari tingkat perkembangan ini dapat menjadi pendukung bagi ego seseorang, sedangkan kegagalan pencapaian dapat merugikan. Erikson selanjutnya menyatakan walaupun satu tahap dapat dicapai, seseorang mungkin gagal pada tahap berikutnya sehingga perlu upaya penyelesaian. Kedelapan tahap perkembangan Erikson merefleksikan aspek positif dan negatif dari periode hidup yang kritis dengan adanya konflik. Penyelesaian konflik pada masing-masing tahap membuat individu dapat berfungsi efektif di masyarakat. Kedelapan tahap perkembangan tersebut tidak selalu sesuai dengan usia kronologis, tetapi pada individu tertentu bisa lebih cepat atau lebih lambat.

Masa usia 0-1,5  tahun ( conflict basic trust-mistrust)

Pada usia ini, individu yang masih bayi sangat tergantung kepada orang lain dalam

memenuhi kebutuhannya(makanan, keamanan, kenyamanan, dan kehangatan).

Respons orang lain dalam hal ini orang tuanya sangat mempengaruhi apakah

nanti akan terbentuk rasa percaya atau justru rasa tidak percaya kepada

orang lain atau lingkungannya. Apabila bayi ketika membutuhkan sesuatu

dengan menangis dan dipenuhi kebutuhan tersebut dengan segera oleh

orang lain, maka akan terbentuk rasa percaya. Tetapi bila tidak pernah

dialami maka terbentuk adalah rasa tidak percaya pada lingkungan. Dari rasa

percaya pada lingkungan ini akan berkembang pula rasa percaya diri sendiri.

 

Perilaku yang menunjukkan basic trust:

1.      Bersedia meminta dan mengharapkan bantuan

2.      Menyatakan secara verbal rasa percaya kepada orang lain.

3.      Bersedia menyediakan waktu untuk orang lain, membagi pikiran dan pengalaman dengan orang lain.

Perilaku yang menunjukkan basic-mistrust

1.      Membatasi percakapan dengan orang lain hanya pada hal-hal yang sepele.

2.      Menolak memberikan informasi kepada orang lain.

3.      Tidak bersedia menerima bantuan dari orang lain.

Masa Usia 1,5- 3 tahun (conflict otonomy-shame and doubt)

Pada usia 1,5-3 tahun anak sudah mulai menyadari keberadaan dirinya sebagai individu yang terpisah

dari orang lain. Anak sudah mulai menyadari bahwa ia dapat mengendalikan

organ-organ tubuhnya. Perilaku yang muncul antara lain anak berlari ke sana

kemari, memegang segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Pada periode ini

anak juga sudah bisa menunjukkan kemampuan menolak. Semua perilaku

tersebut sebenarnya merupakan cara mengekspresikan bahwa anak bisa

mencapai otonomi. Bila anak banyak dibatasi dan dilarang melakukan atau mengerjakan keterampilan yang ingin dilakukannya, maka yang berkembang bukan otonomi tetapi rasa malu dan ragu-ragu.

Perilaku yang menunjukkan berkembang otonomi

1.      Menerima peraturan dalam kelompok, tetapi juga mampu mengekspresikan ketidak setujuan bila dipandang perlu.

2.      Mampu mengekspresikan pendapatnya sendiri.

3.      Bisa menerima penundaan keinginan.

Perilaku yang menunjukkan malu(shame) dan ragu-ragu (doubt)

1.      Tidak mampu menyatakan keinginan.

2.      Tidak mampu menyatakan pendapatnya sendiri ketika ditentang

Masa usia 3-6tahun (conflict initiative-guilt)

Pada usia 3-6 tahun berkembang rasa inisiatif anak. Perilaku yang nampak

adalah anak banyak bertanya, banyak meniru aktifitas orang lain dan

mencoba   melakukan tugas tertentu. Anak mulai menunjukkan inisiatif

misalnya mandi, membersekan mainannya sendiri, membantu adiknya dan

sebagainya. Pada usia ini anak juga mulai melibatkan diri dalam aktifitas

bersama.

Anak pada usia ini juga mulai menghadapai tuntutan oleh lingkungannya untuk berperilaku dalam batas tertentu. Ini dapat menimbulkan krisis, sehingga anak dapat mengalami kekecewaan. Bersama munculnya inisiatif, anak juga mulai merasakan rasa bersalah yang dapat menghambatnya untuk maju. Bila lingkungan tidak kondusif terhadap inisiatif anak maka rasa bersalah akan menjadi lebih dominan dalam kehidupan anak selanjutnya.

Pada usia ini tokoh ayah mulai mengambil peranan dalam kehidupan anak, sehingga terbentuk hubungan segitiga antara anak, ayah, ibu. Oleh karena itu, pentingnya pada periode in ayah dan ibu berperan dengan seimbang, sehingga pada perkembangan selanjutnya akan dapat mengembangkan identitas.

Perilaku yang menunjukkan inisiatif

1.      Berinisiatif memulai suatu tugas dengan keinginan yang benar.

2.      Banyak ingin tahu segala sesuatu.

Perilaku yang menunjukkan rasa bersalah

1.      Lebih suka meniru orang lain daripada mengembangkan identitas sendiri

2.      Meminta maaf secara berlebihan dan menjadi sangat malu hanya karena kesalahan kecil

3.      Takut memulai pekerjaan baru

Masa usia 6-12 tahun (konflik industri-inferioriti)

Anak usia ini terdorong untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapinya secara sempurna dan

menghasilkan karya tertentu. Pada usia ini anak mulai bersekolah dan tentu saja

harus menyesuaikan diri dengan aturan-aturan baru di lingkungan sekolah

selain dari lingkungan di dalam keluarga.

Dengan bersekolah anak mengembangkan hubungan interpersonal terutama dengan teman sebayanya, lebih khusus lahi yang mempunyai jenis kelamin yang sama. Sengan berhubungan dengan teman sebayanya anak dapat menukar kemampuannya, merasakan kegunaannya, dan berkesempatan membendingkan dirinya dengan teman sebayanya, orang tua tidak lagi menjadi satu-satunya sumber identifikasi anak. Anak mulai melihat dan mengagumi orang lain, orang tua teman dan sebgainya. Mereka mulai mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang dikaguminya.

Guru sekolah dala periode perkembangan ini menjadi sangat penting peranannya dalam perkembangan anak. Seringkali anak lebih percaya kepada gurunya daripada orang tuanya., sikap atau perilaku guru sering dtiru oleh anak di rumah. Oleh karena itu, orang tua dan guru harus dapat menjadi figus dewasa yang saling melengkapi. Apabila lingkungan (orang tua dan guru) tidak menghargai hasil karyanya atau usaha anak, maka anak dapat mengalami ketidakpuasan dalam bekerja dan diliputi perasaan kurang, tidak mampu dan inferior.

Perilaku yang menunjukkan industri

1.      Mampu menyelesaikan tugas dengan tuntas.

2.      Dapat bekerja sama dengan orang lain.

3.      Menggunakan waktu dengan efektif.

Perilaku yang menunjukkan inferior

1.      Tdiak mampu menyelesaikan tugas dengan tuntas

2.      Tidak bisa bekerja sama dengan orang lain.

3.      Tidak mampu mengatur tugas atau pekerjaan.

Masa Usia 12-20 tahun (konflik identity-role confusion)

Usia 12-20 tahun merupakan usia peralihan kanak-kanak ke usia dewasa, yang

sering disebut sebagai usia pubertas atau usia remaja. Perubahan fisik dan

kejiwaan terjadi begitu cepat, sehingga dapat mengganggu perkembangan diri

sebelumnya sudah tercapai.

Secara biologis kemampuan remaja sama dengan orang dewasa, namun secara

psikososial belum dapat dipergunakan. Mereka dianggap tidak pantas

berperilaku seperti anak-anak, tetapi lingkungan juga tidak memberi kesempatan untuk berperilaku sebagai orang dewasa.

Pada usia ini remaja berusaha mempunyai identitas diri baik dalam seksual, umur dan pekerjaan. Ini penting dalam usaha adaptasi di lingkungan masyarakat selanjutnya. Identifikasi terhadap tokoh idola sebelumnya sudah tidak memadai lagi, sehingga perlu mencari identitas baru, sering pula timbul pertanyaan “siapa aku” atau “akan menjadi apa aku”. Kelompok teman sebaya menjadi penting peranannya bagi remaja. Melalui kehidupan dalam kelompok ini, remaja dapat mengekspresikan perasaan, pikiran, memainkan peran dan bereksperimen dengan peran. Di kelompok inilah remaja akan mendapat pengakuan dan menerima keberadaannya.

Masa remaja merupakan periode perkembangan yang krisis, sikap ornag tua sangat mempengaruhi apakah nantinya remaja mempunyai identitas yang jelas atau akan kebingungan peran, sikap orang yang terbuka, mengembangkan komunikasi yang akrab, menghargai pendapat, pikiran remaja. Memberi kesempatan untuk mengekspresikan diri sebagai sahabat bagi remaja akan sangat membantu remaja mendapatkan identitasnya. Psikososial remaja masih belum matang benar, oleh karena itu pengarahan orang tua masih sangat diperlukan termasuk dalam hal memilih teman sebaya dan identifikasi idola. Sifat pengarahan tidak lagi menggurui. Tetapi bisa dikembangkan dengan tukar pendapat dalam suasana yang demokratis. Pendapat remaja perlu dihargai sehingga mereka merasa keberadaanya diakui.

perilaku yang menunjukkan identitas:

1.      Dalam menjalin hubungan dengan sesame jenis dan dengan lawan jenis

2.      Mampu mandiri

3.      Mempunyai rencana masa depan yang realistis

Kegagalan tahap perkembangan ini berkahir terjadinya kebingungan peran

1.      Tidak mampu bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri.

2.      Mengadopsi nilai-nilai dari orang lain tanpa mempertimbangkan lagi.

3.      Tidak mempunyai tujuan hidup yang pasti.

Masa usia 20-40 tahun (konflik intimacy-isolation)

Tahap perkembangan ini merupakan tahap perkembangan dewasa awal. Individu

mulai bekerja dan meningkatkan hubungan yang khusus dengan lawan jenisnya.

Usia ini dapat juga dikatakan sebagai karier dan berumah tangga.

Kegagalan dalam memenuhi perkembangan dalam tahap ini yaitu bekerja dan

berumah tangga mengakibatkan individu merasa terisolasi. Pada usia ini individu

biasanya juga sudah terlepas dari orang tuanya, sehingga kegagalan maupun kesuksesan dalam tahap perkembangan ini lebih banyak ditentukan oleh dirinya dan pasangan hidupnya daripada oleh orang tuanya.

Perilaku yang menunjukkan intimacy

1.      Menjalin hubungan yang intim dan intensif dengan pasangan hidup (menikah).

2.      Mengekspresikan perilaku seksual sesuai jenis kelamin.

3.      Dapat tetap mempertahankan hubungan yang intim walaupun dalam situasi stress dan menderita.

Perilaku yang menunjukkan isolasi

1.      Menyendiri.

2.      Menghindari hubungan yang intim dengan lawan jenisnya.

3.      Berperangai berlawanan dengan jenis kelaminnya.

Masa usia 40-60 tahun (konflik generativity-stagnation)

Usia 40-60 tahun merupakan usia ketika seseorang individu mengalami titik karir puncak. Pada usia ini individu akan mengahasilkan sesuatu yang dapat ditawarkan kepada keturunannya. Ini dapat berupa tulisan, idea tau pikiran. Individu pada tahap perkembangan ini akan banyak memberikan nasehat dan pengarahan.

Keberhasilan tahap perkembangan ini, individu akan mencapai generativity

1.      Mau membagi pengalaman, pikiran dan pendapat dengan orang lain.

2.      Bersedia memberi pengarahan kepada orang lain.

3.      Membuat prioritas dalam pemenuhan kebutuhan.

Kegagalan dalam tahap perkembangan ini berakibat individu mengalami stagnation

1.      Lebih banyak menceritakan dirinya sendiri daripada mendengarkan orang lain.

2.      Menunjukkan perhatian pada diri sendiri secara berlebihan dan seakan-akan tidak membutuhkan orang lain.

Masa usia > 65 tahun (konflik integrity-despair)

Pada usia ini individu akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan dalam

individunya. Bila dalam tahap perkembangan sebelumnya individu mengalami

kepuasan dan siap mengahadapi penurunan fungsi hidupnya bahkan kematian,

ini disebut bahwa individu telah mencapai integritas.

Perilaku yang menunjukkan tercapainya integritas

1.      Bersedia menggunakan pengalamannya untuk membantu orang lain.

2.      Masih produktif dalam beberapa area kehidupan.

3.      Dapat menerima keterbatasan karena usia tua.

Individu yang tidak mencapai kepuasan dalam tahap ini akan mengalami keputusasaan hidup atau despair

1.      Menagis dan apatis

2.      Sulit menerima perubahan.

3.      Meminta perhatian dan bantuan yang berlebihan dari orang lain.

weLcoMe

Welcome to WordPress.com. This is my blog. Please read and comment… Thank you…. ^^